About buku sirah kafa tahun 4

Pengalaman itu sendiri adalah mu'jizat yang spesifik untuk Muhammad, berbeda dengan pengalaman Nabi Ibrahim AS. yang sejak semula sudah menyadari bahwa Allah selalu bersamanya sehingga tatkala dilemparkan kedalam unggukan api ia yakin akan merasa sejuk dan damai serta selamat keluar dari bara api. Berbeda pula dengan Nabi Musa AS. yang sejak masih dalam kandungan hingga lahir bahkan sampai menginjak masa remaja dalam pemeliharaan Tuhan, sehingga tatkala menghadapi ahliahli sihir Fir'aun, ia yakin akan mendatangkan mu'jizat yang akan mengalahkan semua sihir mereka betapapun tingginya. Berbeda pula dengan keadaan Nabi Isa AS. yang sejak masih bayi sudah dapat berbicara. Terdengar oleh Muhammad suara yang menyuruhnya membaca tanpa melihat sesuatupun. Seluruh perhatiannya tertuju kepada suara yang tidak diketahui dari mana asalnya itu dan yang didengarnya dengan sangat sadar. Maka beliau bertanya apa yang kubaca? lalu merasa dicekik hingga tak berdaya seakan menghadapi sakrat al-maut. Agak sulit memang membayangkan malikat -yang sampai detik-detik peristiwa itu berlangsung tidak diketahui apakah Jibril atau selainnya- menguasai jiwa raga Muhammad sehigga terasa tercekik seolah-olah sedang menyelam di dasar laut dan seakan menghadapi sakrat al- maut itu. Apa yang dirasakan Muhammad saat itu adalah perasaan kaget bercampur ketakutan tiada tara hingga terasa tercekik, kemudian sedikit-demi sedikit perasaannya reda dan pernafasannya mulai regular kembali. Inilah maksud pernyataannya "kemudian melepaskan aku", dan saat itu beliau menjawab: aku bukanlah pembaca. Membaca di sini dapat berarti membaca sesuatu yang tertulis, juga dapat berarti membaca sesuatu yang dihafalkan, dapat pula berarti mengulangi bacaan yang diterima atau yang didengarkan.

Mereka melakukan wifâdah (kunjungan) kepada Abu Thâlib, yang merupakan untuk terakhir kalinya. Menurut Ibnu Ishaq dan dan sejarawan lainnya, “manakala Abu Thâlib sakit parah dan hal itu sampai kepada kaum Quraisy, sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lainnya: ‘sesungguhnya Hamzah dan ‘Umar telah masuk Islam sedangkan perihal Muhammad ini telah tersiar di kalangan seluruh kabilah-kabilah ‘Arab, oleh karena itu lebih baik kalian pergi menjenguk Abu Thâlib agar dia mencegah keponakannya dan menitipkan pemberian kita kepadanya. Demi Allah! kita tidak akan merasa aman bila kelak dia mengalahkan kita”. Dalam lafazh riwayat yang lain disebutkan (kaum Quraisy berkata): “sesungguhnya kita khawatir bilamana orang tua ini (Abu Thâlib-pink) meninggal nantinya, lalu ada sesuatu yang diserahkannya kepada Muhammad sehingga lantaran hal itu, bangsa Arab mencerca kita dengan mengatakan:’mereka telah menelantarkannya, tapi ketika pamannya meninggal barulah mereka memperebutkannya’.

realitasnya, kambing-kambing mereka tetap kelaparan dan tidak mengeluarkan air susu setetespun sedangkan kambingku selalu kenyang dan banyak air susunya. Demikianlah, kami selalu mendapatkan tambahan nikmat dan kebaikan dari Allah hingga tak terasa dua tahun pun berlalu dan tiba waktuku untuk menyapihnya. Dia tumbuh besar namun tidak seperti kebanyakan anak-anak sebayanya; sebab belum mencapai usia dua tahun dia sudah tumbuh dengan postur yang bongsor. Akhirnya, kami mengunjungi ibunya dan dalam hati yang paling dalam kami sangat berharap dia masih berada di tengah keluarga kami dikarenakan keberkahan yang kami rasakan sejak keberadaannya dan itu semua kami ceritakan kepada ibundanya. Aku berkata kepadanya: 'kiranya anda sudi membiarkan anak ini bersamaku lagi hingga dia besar, sebab aku khawatir dia terserang penyakit menular yang ada di Mekkah'. Kami terus mendesaknya hingga dia bersedia mempercayakannya kepada kami lagi". Begitulah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam akhirnya tetap tinggal di lingkungan kabilah Bani Sa'ad, hingga terjadinya peristiwa dibelahnya dada beliau ketika berusia empat atau lima tahun. Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam didatangi oleh Jibril 'alaihissalam saat beliau tengah bermain bersama teman-teman sebayanya. Jibril memegang beliau sehingga membuatnya pingsan lalu membelah bagian dari hatinya, kemudian mengeluarkannya segumpal darah bersamanya.

Pada fajar hari berikutnya seusai shalat shubuh Rasullah mengajak musyawarah mengenai rencana dan strategi pertempuran. Al-Hubab ibn Al-Mundzir segera bertanya apakah hal ini termasuk ketentuan wahyu atau perhitungan perang? Rasullah menjawab ini adalah masalah perhitungan perang. Al-Hubab ibn Al-Mundzir adalah seorang sahabat yang pernah menganut Kristen yang memiliki keahlian strategi perang atau apa yang disebut keahlian mengatur taktik dan siasat perang.

Perjalanan pasukan Qureisy telah mendekati bukit Badr yang terletak di sebelah barat perkampungan Badr. Jalur yang ditempuh untuk mencapai bukit dari arah perkampungan adalah telaga yang dinamakan telaga Badr. Oleh karena bukit Badr merupakan pasar yang ramai, dan dari arah utara terdapat pegunungan yang menghalangi penglihatan maka demi keamanan, orangorang Qureisy memilih perkemahan di luar, demikian juga kaum muslimin, tidak menginjakkan kaki di bukit kecuali pada saat menduduki dan mengusai sumber mata-air pada malam pecahnya perang. Tiada facts yang menjelaskan secara eksplisit letak kedua pasukan kecuali firman Allah dalam surah Al-Anfal, ayat forty two. Penafsiran-penafsiran yang diajukan para ulama mengenai ayat ini seluruhnya tidak beralasan, maka lebih baik menggunakan logika. Oleh karena kaum muslim datang dari arah utara maka kemungkinan mereka memilih tempat perkemahan di lereng bukit dari sebelah utara atau tepatnya di arah barat laut, karena bukit Badr berbentuk persegi memanjang yang sisi puncaknya menghadap ke arah barat laut yang menjadi hulu telaga Badr; sedangkan orang-orang Qureisy kemungkinan memilih tempat di lereng bukit dari arah selatan atau tenggara. Adalah Al-Waqidi yang memperkuat asumsi ini. Ia mengatakan: “Kaum muslim memilih tempat pada lereng bukit dari arah Syam dan orang-orang Mekkah pada lereng bukit dari arah Yaman”. Ini berarti bahwa kafilah memang sudah berlalu ke arah selatan sebelum kaum muslim tiba di tempat. Ayat Al-Qur'an menegaskan bahwa masing-masing pasukan tempur mendapatkan dirinya memilih tempat yang tidak direncanakan. Seolah-olah sudah merupakan takdir Allah semata, agar pertempuran itu berakhir dengan kemenangan bagi mereka yang mengetahui cara-cara memenangkan perang dan sebaliknya.

Jika persoalannya adalah proses kenabian maka tidaklah layak bagi Muhammad dan bagi keagungan proses tersebut, bahwa wahyu datang begitu saja seketika sementara Muhammad sedang sibuk dalam urusan kehidupan sehari-hari dan dalam pergaulan umum, atau bahkan di tengah keluarga, isteri dan putra-putrinya. Semenjak jiwanya sadar dan bergejolak mencari kebenaran, agama Ibrahim AS; Muhammad sudah sering melakukan khalwat di hampir setiap gua yang ada pada bukitbukit yang mengitari kota Mekkah. Tapi kali terakhir itu, khalwat sudah menjadi langkah yang diperlukan dalam rangka persiapan kenabian sehingga berlangsung agak lebih lama di mana beliau untuk sementara waktu harus menjauhkan diri dari keramaian dan pergaulan umum agar transformasi spiritualnya berlangsung sempurna untuk selanjutnya dapat menerima risalah kemudian kembali ke dunia nyata sebagai Nabi yang mengajak kepada keimanan yang dipatrikan oleh Allah dalam hatinya.

laki-laki tersebut. Dan bila tampak tanda kehamilannya, bila si suaminya masih berselera kepadanya maka dia akan menggaulinya. Hal tersebut dilakukan hanyalah lantaran ingin mendapatkan anak yang pintar. Pernikahan semacam ini dinamakan dengan nikah alIstibdha'. Ketiga , sekelompok orang dalam jumlah website yang kurang dari sepuluh berkumpul, kemudian mendatangi seorang wanita dan masing-masing menggaulinya. Jika wanita ini hamil dan melahirkan, kemudian setelah berlalu beberapa malam dari melahirkan, dia mengutus kepada mereka (sekelompok orang tadi), maka ketika itu tak seorang pun dari mereka yang dapat mengelak hingga semuanya berkumpul kembali dengannya, lalu si wanita ini berkata kepada mereka: "kalian telah mengetahui apa yang telah kalian lakukan dan aku sekarang telah melahirkan, dan dia ini adalah anakmu wahai si fulan!". Dia menyebutkan nama laki-laki yang dia senangi dari mereka, maka anaknya dinasabkan kepadanya. Keempat , Banyak laki-laki mendatangi seorang wanita sedangkan si wanita ini tidak menolak sedikitpun siapa pun yang mendatanginya. Mereka ini adalah para pelacur; di pintu-pintu rumah mereka ditancapkan bendera yang menjadi simbol mereka dan siapa pun yang menghendaki mereka maka dia bisa masuk. Jika dia hamil dan melahirkan, lakilaki yang pernah mendatanginya tersebut berkumpul lalu mengundang ahli pelacak (alQaafah) kemudian si ahli ini menentukan nasab si anak tersebut kepada siapa yang mereka cocokkan ada kemiripannya dengan si anak lantas dipanggillah si anak tersebut sebagai anaknya.

menghadapi kafilah Abu Jahal yang berpersonil three hundred orang. Tapi kontak bersenjata ternyata dapat dihindari atas usaha mediasi yang dilakukan oleh Maghdi ibn 'Amr Al-Juhni, pemimpin suku Juheina yang berusaha keras untuk menghindarkan wilayahnya dari kecamuk perang. Berkata Al-Waqidi ten/10: “Atas usaha mediasi yang dilakukan oleh Magdi ibn Amr dengan berulangalik antara kedua belah pihak, akhirnya perang dapat dihindarkan sehingga kafilah Abu Jahal melanjutkan perjalanan ke Mekkah sementara Hamzah dan pasukannya kembali ke Madinah”. Rasulullah sendiri memuji usaha Magdi ibn Amr tersebut. Beliau bersabda: “Orang-orang Qureisy memandangnya sebagai sekutu”. Ketika orang-orang Juheina mendatangi Rasulullah di Madinah dan sempat menanyakan sikap Rasulullah terhadap pimpinan mereka, beliau menjawab: “Ia adalah orang yang memiliki kejelian”. Dalam sebagian riwayat dikatakan bahwa lima belas anggota personil operasi pertama terdiri dari Al-anshar dan itu tidak benar, karena orang-orang Al-anshar mulai ikut operasi al-maghazy sejak perang Badr. Hal ini berhubungan dengan kebijaksanaan Rasulullah yang secara konstitusional sampai perang Badr didasarkan pada perjanjian aqabah II, di mana digariskan bahwa "orangorang Al-anshar berjanji melindungi Rasulullah seperti halnya melindungi diri dan keluarga sendiri dari setiap ancaman, baik dari dalam maupun dari luar Madinah". Oleh karena itu tidak wajib bagi mereka ikut serta dalam operasi al-maghazy dalam bentuk apapun. Di pihak lain Rasulullah pun tidak meminta kepada mereka sampai peristiwa perang Badr.

Berhala yang paling dahulu mereka sembah adalah Manat, yang ditempatkan di Musyallal di tepi laut Merah dekat Qudaid. Kemudian mereka membuat Lata di Thaif dan Uzza di lembah kurma (wadi nakhlah). Ketiga berhala tersebut merupakan yang paling besarnya. Setelah itu kemusyrikan semakin merebak dan berhala-berhala yang lebih kecil bertebaran di setiap tempat di Hijaz. Dikisahkan bahwa Amru bin Luhai mempunyai pembantu dari jenis jin. Jin ini memberitahukan kepadanya bahwa berhala-berhala kaum Nuh (Wud, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr) terpendam di Jeddah. Maka dia datang ke sana untuk mencari keberadaannya, lalu membawanya ke Tihamah. Setelah tiba musim haji, dia menyerahkan berhala-berhala itu kepada berbagai kabilah. Mereka membawa pulang berhala-berhala itu ke tempat mereka masing-masing. Sehingga di setiap kabilah dan di setiap rumah hampir pasti ada berhalanya. Mereka juga memajang berbagai macam berhala dan patung di al-Masjidil Haram . Tatkala Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menaklukkan Mekkah, di sekitar Ka'bah terdapat tiga ratus enam puluh berhala. Beliau menghancurkan berhala-berhala itu hingga runtuh semua, lalu memerintahkan agar berhala-berhala tersebut dikeluarkan dari masjid dan dibakar. Begitulah kisah kemusyrikan dan penyembahan terhadap berhala, yang menjadi fenomena

The words and phrases you're exploring are inside of this book. To have far more qualified information, be sure to make entire-text look for by clicking below.

Armstrong juga berusaha untuk menunjukkan bagaimana perintah ini sebenarnya lebih alami dan tidak bertentangan dengan pemikiran fashionable seperti yang dirasakan beberapa orang, dan menjelaskan bagaimana jika mereka tampaknya tidak memenuhi kebutuhan fashionable, itu mungkin karena kebutuhan modern-day.

Kita masih tetap mengacu kepada riwayat Bukhari, karena keaslian dan bebasnya dari tambahan dan penyelewengan. Telah ditegaskan terdahulu betapa kerugian yang menimpa Sirah jika ditulis dan diuraikan tanpa pengecekan seksama atau penelitian yang cermat. Ibnu Hisyam yang mengutip pendapat Abdullah ibn Zubeir menyatakan wahyu melalui mimpi yang pada gilirannya dikutip oleh Heikal tidak langsung tetapi melalui tulisan Emile Dermenghem, telah mengakibatkan terabaikannya nilai-nilai yang terkandung dalam proses dan cara turunnya wahyu. Bagaimanapun, mimpi bukanlah kenyataan melainkan kesan yang dirasakan oleh seorang yang tidur dan akan terhapus apabila bangun dari tidurnya. Nilai-nilai yang agung dalam kesadaran Muhammad menerima wahyu di antaranya adalah bahwa beliau merupakan bukti bagi pengalaman manusia menjalani sebuah peralihan spiritual. Beliau mengalami perasaan-perasaan takut, ragu, bingung dan bimbang bahkan derita yang mengiringi lahirnya perasaan-perasaan semacam ini dalam diri manusia, yang kemudian berganti menjadi harapan, optimisme, kepercayaan diri dan kebenaran mengenai apa yang dialami dan makna serta substansi pengalaman itu sendiri. Proses peralihan dari standing sebagai manusia biasa menjadi Nabi dan Rasul sepenuhnya berlangsung secara pengalaman manusiawi. Sama dan sesuai dengan pernyataan al-Qur'an surah al-Isra' “katakanlah Muhammad, Maha suci Tuhanku, bukankah aku hanya sebagai manusia Rasul”. Hal ini mempunyai nilai ganda. Statusnya sebagai manusia agar menjadi suri tauladan bagi segenap manusia dalam mengurus dan mengatur kehidupan. Sedangkan statusnya sebagai Rasul agar menjadi petunjuk bagi segenap manusia dalam menjalani kehidupan menuju akhirat.

Jadi, hanya ada dua pilihan; ke surga yang penuh dengan kesenangan atau ke neraka Jahim yang penuh dengan azab yang abadi. Mereka menjalani kehidupan mereka antara rasa takut dan pengharapan; mengharapkan rahmat Rabb mereka dan takut akan siksa-Nya. Mereka adalah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala: ”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut”. (Q,.s. al-Mukminûn: 60). Mereka mengetahui bahwa dunia dengan kesengsaraan dan kesenangan yang ada di dalamnya tidak akan bisa menyamai sepasang sayap nyamuk (tidak ada apa-apanya-red) bila dibandingkan dengan kehidupan di Akhirat. Pengetahuan mereka yang kuat tentang hal inilah yang meringankan mereka di dalam menghadapi kepayahan, kesulitan dan kepahitan yang ada di dunia sehingga mereka tidak menyibukkan diri untuk mengoleksinya sebanyak mungkin bahkan terbetik di hati merekapun tidak.

Bahkan pula, hadis-hadisnya telah di-tahqiq dan di-takhrij oleh Syaikh Salim bin ΄Ied al-Hilali hafizahullah sehingga dapat dibezakan dan difahami mana yang sewajarnya dijadikan sebagai hujjah dan mana yang tidak. Selain itu, makna lafaz-lafaznya telah diperjelas sehingga dapat difahami dengan mudah. Dan yang istimewa, adanya tambahan perbahasan mengenai sifat fizikal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, keadaan rumah tangga beliau, dan hukum-hukum yang Allah khususkan bagi Nabi-Nya ini, yang tidak di-miliki oleh Nabi-Nabi selainnya ataupun oleh umatnya. Demikianlah sebuah pembentangan dan maklumat yang sangat jarang diperolehi pada mana-mana buku Islam bertemakan sirah. Membaca buku ini, selain dapat menyelami huraian kisah-kisah Nabi secara fakta dan ilmiyah, ia juga mampu memberikan motivasi dan meningkatkan semangat para pembaca dalam usaha-usahan mengikuti dan mencontohi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *